Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Santo Joseph Freinademetz

Perayaan : 28 Januari
Missionaris Pertama SVD Giuseppe Freinademetz, Joseph dari Shantung, Ujoep.
Santo Joseph Freinademetz,law firm,car donate,car donation,Personal Injury,Medical Malpractice,Criminal Law,DUI,Family Law,Bankruptcy,Business Law,Consumer Law,Employment Law,Estate Planning,Foreclosure Defense,Immigration Law,Intellectual Property,Nursing Home Abuse,Probate,Products Liability,Real Estate Law,Tax Law,Traffic Tickets ,Workers Compensation

Masuk Seminari

Joseph Freinademetz dilahirkan dalam sebuah keluarga katolik yang saleh pada tanggal 15 April 1852, di Oies - Tyrol, di daerah pegunungan Alpen, sebelah utara Italia. Semenjak kecil, ia sudah bercita-cita untuk menjadi iman. Karena itu ia masuk seminari untuk mengikuti pendidikan dan di tabhiskan menjadi seorang imam praja pada tanggal 25 Juli 1875 di kota Brixen. Pater Josef kemudian ditugaskan menjadi Pastor di sebuah paroki di Keuskupan Brixen. Namun demikian, dalam hatinya terdalam, semenjak masa pendidikan di seminari, Pater Joseph sangat berkeinginan untuk menjadi seorang misionaris yang berkarya di tanah misi.

Misionaris Sejati

Pada waktu itu Santo Arnoldus Janssen tengah mendirikan sebuah serikat religius baru, yang dinamakannya Societas Verbi Divini, (Serikat Sabda Allah) yang disingkat SVD. Serikat ini berkedudukan di Steyl, Belanda dan mengabdikan diri pada pendidikan imam-imam misionaris. Pater Joseph Freinademetz yang memiliki semangat misioner ingin bergabung untuk mengembangkan serikat ini. Untuk itu ia pun menghadap Uskup Gasser, dan memohon untuk dilepaskan dari segala ikatan dengan pihak Keuskupan Renungan Harian Katolik agar ia dapat bergabung dengan Serikat Sabda Allah.

Walau dengan berat hati, akhirnya Bapa Uskup mengatakan, “Sebagai Uskup Brixen, saya katakan TIDAK; tapi sebagai Uskup Katolik, saya katakan YA! Nah, silahkan mengambil putraku Freinademetz, dan jadikanlah dia seorang misionaris sejati!”.

Sanak saudara dan juga rekan-rekan imam berusaha membujuk Joseph agar membatalkan niatnya tersebut. Namun ia tidak pernah ragu-ragu dengan keputusannya, seraya menyatakan, “Saya harus pergi. Begitulah Tuhan menentukan untuk saya!” Kepada orang tuanya, ia menyatakan tekadnya: “Bila Anda mengizinkan saya untuk pergi ke tanah misi, maka saya merasa senang. Bila tidak, maka bagaimana pun saya harus pergi, bahkan biarpun saya tahu bahwa saya akan boleh menyelamatkan hanya satu orang saja.”

Kotbah Perpisahan

Akhirnya, pada tanggal 11 Agustus 1878, dalam kotbah perpisahannya dengan umat paroki St. Martin, tempat selama ini beliau berkarya, ia menyatakan keyakinan dan tekadnya sebagai seorang misionaris :

“Atas kebaikanNya yang tak terselami, Gembala Baik yang ilahi telah berkenan mengundang saya supaya pergi bersama dengan Dia ke padang gurun, dan membantu Dia mencari domba-domba yang tersesat. Apa yang harus saya buat selain dengan sukacita dan dengan rasa syukur saya mengecup tanganNya dan mengucapkan perkataan Kitab Suci: ‘Lihat, saya datang!’ Dan dengan Abraham, saya tinggalkan rumah dan orang tuaku, kampung halaman dan anda sekalian yang saya cintai, dan pergi ke tanah yang akan ditunjuk Tuhan kepadaku…. Bagi saya, juga terasa berat meninggalkan orangtuaku yang tercinta dan begitu banyak penderma dan sahabat. Tapi pada akhirnya, manusia itu ada bukan untuk dunia ini. Dia diciptakan untuk sesuatu yang lebih besar: bukan untuk menikmati hidup ini, melainkan untuk bekerja di tempat Tuhan yang memanggilnya”.

Memulai Misi

Pater Joseph lalu secara resmi mengabungkan diri dengan Serikat Sabda Allah. Tak lama kemudian, pada tanggal 15 Maret 1879, Pater Joseph bersama dengan pater Yohanes Baptis Anzer, berangkat ke tanah misi di Cina. Perjalanan mereka tempuh selama 5 minggu, dan tanggal 20 April 1879, mereka tiba di Hongkong. Uskup Raymondi yang memimpin Gereja di Hongkong menerima mereka. Tak lama kemudian Freinademetz ditempatkan di Propinsi Shantung. Disana ia bekerja bersama bruder Antonio, seorang biarawan Fransiskan dari Italia.

Kemahiran pater Joseph dalam berbahasa Tionghoa sungguh membantunya dalam pergaulan dengan umat setempat. Ia dengan cepat dapat menyesuaikan diri dengan kebiasaan kebiasaan umat di Shantung. Kepribadiannya yang menarik, sifatnya yang rendah hati, rajin, sederhana dan berkemauan keras membuat dia sangat dicintai oleh umatnya baik yang dewasa maupun anak anak. Semuanya itu sungguh memudahkan dia dalam karya pewartaannya.

Ia dengan tekun mengunjungi desa desa untuk mewartakan Injil dan melayani Sakramen, ditemani oleh seorang katekis. Kepadanya selalu diberitahukan agar berhati hati terhadap segala bahaya. Tetapi ia tidak gentar sedikitpun terhadap bahaya apa saja, karena ia yakin bahwa Tuhan senantiasa menyertainya.

Ia menulis:
“Saya cinta akan orang-orang Cinaku; saya kenal bangsa ini, bahasa dan tanah air mereka seperti tanah airku sendiri. Seandainya Tuhan berkenan, saya berharap boleh bekerja 70 tahun lamanya di sini…..”

Keteguhan Iman

Pater Joseph sangat memperhatikan pendidikan imam pribumi, para katekis, kelompok misionaris awam untuk membantunya dalam karya evangelisasi. Karya misionarisnya bukan tanpa rintangan. Ketika ia dengan gigih membela umatnya dari rongrongan kaum revolusioner, ia ditangkap dan disiksa secara kejam. Tetapi semua penderitaan yang dialaminya tidak mengendurkan semangatnya untuk terus meneguhkan iman umatnya dan terus mewartakan Injil. Dalam keadaan sengsara hebat itu, ia bahkan terus berkhotbah untuk menyadarkan para penyiksanya akan kejahatan mereka. Baginya, “Salib adalah makanan sehari-hari seorang misionaris.” dan ia selalu setia untuk tetap menjadi hamba Allah.

Setelah beberapa lama ditahan akhirnya pater Joseph dilepaskan kembali dan dibiarkan menjalankan tugasnya seperti biasa. Setelah peristiwa itu, ia dipindahkan ke Shashien, ke sebuah paroki yang subur dan ramah penduduknya. Disana ia berhasil mempertobatkan banyak orang dengan khotbah dan pengajarannya. Dalam sebuah suratnya, ia meminta agar umat selalu berdoa Katolik Kasih khusus untuk para misionaris:

“Shantung Selatan adalah daerah misi yang bagus. Tapi orang bisa mengerjakan lebih banyak, seandainya kita para misionaris adalah orang-orang suci dan seandainya ada cukup banyak tersedia sarana-sarana. Hal yang pertama itu lebih penting dari pada yang kedua. Karena itu engkau harus minta orang berdoa banyak…. doa bagi misi Katolik adalah sama dengan hujan yang baik untuk berhasilnya panenan….”

Tutup Usia

Pater Joseph membaktikan seluruh hidupnya bagi misi di Cina dan untuk orang-orang yang dilayaninya, tanpa pernah kembali untuk melihat tanah kelahirannya. Dalam suratnya 1905, ia mengatakan :

“Saya tidak ingin lagi meninggalkan Cina dan orang-orang Cina yang kucintai. Saya merasa suatu rahmat yang besar, bahwa saya boleh hidup dan mati di tengah mereka…”

Setelah berkarya selama 18 tahun, secara tiba-tiba ia terserang penyakit TBC dan Typhus yang mengakibatkan kematiannya pada tanggal 28 Januari 1908. Surat Khabar Minggu di Brixen melukiskan kepergiannya sebagai berikut:

“Dia mencapai suatu tingkat yang tinggi dalam kesempurnaan menurut Injil; dia merupakan teladan yang memancarkan cahaya setiap kebajikan. Dia tutup usia sebagai seorang kudus” ….

“Kalau bukan yang terbesar, maka ia tentu satu dari misionaris-misionaris terbesar di Cina.”

Dibeatifikasi

Joseph Freinademetz SVD bersama sahabatnya Arnoldus Jansen SVD dibeatifikasi oleh Paus Paulus VI pada tanggal 19 Oktober 1975 dan dikanonisasi pada tanggal 5 Oktober 2003 oleh Paus Yohanes Paulus II.

© ignasiusevan.blogspot.com